PENDAHULUAN
Selama bertahun tahun
praktek profesi apoteker di Indonesia jauh dari interaksi dengan pasien.
Apoteker lebih banyak mengelola manajemen pengadaan dan penyaluran (managing
drug supply). Dari mulai seleksi, procurement, pengadaan sampai menjaga
ketersediaan obat di sarana maupun outlet. Praktek ini terjadi terutama di
komunitas baik rumah sakit maupun apotek. Issue tentang farmasi klinik yang
mulai dikembangkan beberapa rumah sakit pendidikan pada awal tahu 1990-an
seperti hilang ditelan hiruk-pikuknya pengadaan obat. Demikian pula konsep Pharmaceutical
Care (PC) yang mulai menjadi wacana (discourse) menjelang
millennium baru seperti kehilangan ruhnya untuk diimplementasikan. PC hanya
sebatas wacana, menjadi bahan perdebatan serius di seminar dan juga diajarkan
hingga berbusa-busa di bangku kuliah. Namun tetap tidak mampu merubah performa
apoteker sebagaimana yang diinginkan oleh penggagas konsep Pharmaceutical
Care.
Tidak ada yang salah
jika apoteker concern pada managing drug supply, karena itu merupakan
mata rantai quality assurance menjaga kualitas obat, tapi dengan
mengerahkan segala sumber daya untuk mengelola managing drug supply dan
melupakan bagaimana melakukan dispensing dengan "tindakan
apoteker" untuk menjamin obat yang diterima pasien adalah tepat sesuai
dengan keadaan pasien (tepat obat dan tepat dosis), digunakan oleh pasien
pasien dengan benar, tepat aturan pakai, tepat serta menjamin pasien mematuhi
aturan pakai dan mewaspadai kemungkinan terjadi efek samping adalah sebuah
kesalahan yang fatal.
PEMBAHASAN
A.
Seleksi
Seleksi
merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di
rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat. Untuk dapat menyeleksi suatu perbekalan
farmasi yang nantinya akan direncanakan harus terlebih dahulu dilakukan
pengumpulan data yang dapat memberikan gambaran tentang kebutuhan perbekalan
farmasi rumah sakit. Adanya proses seleksi obat mengurangi obat yang tidak
memiliki nilai terapeutik, mengurangi jumlah jenis obat dan meningkatkan
efisiensi obat yang tersedia. Seleksi yang baik, penggunaan
obat dan alat-alat kesehatan dapat diukur dengan baik apabila di rumah sakit
dibentuk PFT (Panitia Farmasi dan Terapi), formularium rumah sakit dan standar
terapi.
Proses
penyeleksian perbekalan farmasi menurut WHO dapat didasarkan pada kriteria
berikut :
1.
Berdasarkan pola penyakit dan
prevalensi penyakit (10 penyakit terbesar).
2.
Obat-obat yang telah diketahui
penggunaannya (well-known), dengan profil farmakokinetik yang baik dan
diproduksi oleh industri lokal.
3.
Efektif dan aman berdasarkan bukti
latar belakang penggunaan obat.
4.
Memberikan manfaat yang maksimal
dengan resiko yang minimal, termasuk manfaat secara finansial.
5.
Jaminan kualitas termasuk
bioavaibilitas dan stabilitas.
6.
Sedapat mungkin sediaan tunggal.
B.
Pengadaan
Pengadaan
adalah suatu pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah
ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan, penentuan sistem
pengadaan/tender, menjaga kestabilan penganggaran, menjamin kualitas obat,
mengadakan penganggaran. Pengadaan dilakukan
berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan berdasarkan epidemiologi, konsumsi
atau gabungan keduanya dan disesuaikan dana/budget yang ada untuk menghindari
stock out yang menumpuk.
Adapun metode-metode pembelian obat dan alat-alat kesehatan di rumah sakit
dapat dibagi menjadi :
1.
Tender terbuka (open tender),
yaitu pembelian dengan nilai lebih dari 100 juta, dilakukan dengan pengumuman.
Keuntungan :
a.Stabilitas
harga terjamin dan harga lebih murah.
b.
Persediaan/stock barang untuk
jangka waktu tertentu terjaga (aman).
Kerugian :
a.
Proses lama (problem
kekosongan obat)
b.
Membutuhkan tempat penyimpanan
yang luas
c.
Resiko obat macet
2.
Tender tertutup (restricted
tender), yaitu pembelian yang dilakukan melalui relasi saja.
3.
Kontrak (competitive
negotiation), yaitu pembelian yang dilakukan dengan cara pendekatan langsung
dengan rekanan untuk tawar-menawar demi mencapai persyaratan spesifik.
Keuntungan :
a.Bisa
negosiasi harga
b.
Service delivery ditetapkan
Kerugian :
a.Prosesnya
lama dalam negosiasi
4.
Langsung (direct procurement),
yaitu pembelian langsung ke PBF senilai kurang dari 50 juta.
Keuntungan :
a.Harga tidak
selalu murah
b.
Prosesnya lebih cepat
Kerugian :
a.Stabilitas
harga tidak terjamin
b.
Administrasi banyak dan boros
Pembelian dengan penawaran
yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode penting untuk mencapai
keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih
pemasok yang memenuhi syarat memasarkan suatu produk tertentu yang memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan apoteker. Dalam memilih pemasok, apoteker harus
mendasarkan pada kriteria berikut: harga, berbagai syarat, ketepatan waktu
pengiriman, mutu pelayanan, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang
dikembalikan, dan pengemasan. Akan tetapi, kriteria yang paling utama harus
selalu ditempatkan pada mutu obat dan reputasi pemanufaktur. Selain dengan
pembelian, pengadaan obat dan alat kesehatan dapat pula dilakukan dengan cara
produksi (baik steril maupun non steril) dan sumbangan/droping atau hibah.
C.
Distribusi
Distribusi
obat adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan
serta untuk menunjang pelayanan medik. Sistem distribusi dirancang atas dasar
kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan
efektivitas sumber daya yang ada.
Distribusi
obat adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Apoteker dengan
bantuan Panitia Farmasi dan Terapi dan bagian keperawatan harus memberikan
kebijakan dan prosedur yang lengkap, untuk distribusi yang aman dari semua obat
dan perlengkapan yang berkaitan bagi penderita rawat inap/tinggal dan penderita
rawat jalan. Distribusi obat bertujuan agar ketersediaan obat di rumah sakit
tetap terpelihara dan mutu obat tetap stabil. Sistem distribusi obat ada 4
yaitu:
1.
Unit Dispensing Dose (UDD), yaitu
obat diberikan per unit obat
2.
One Dailing Dose (ODD), yaitu obat
diberikan per hari
3.
Floor stock, yaitu persediaan di
ruangan
4.
Individual Praescription (IP), yaitu
resep individu perorangan
Sistem distribusi obat untuk rawat inap adalah ODD
(One Dailing Dose), kelebihan dari sistem ini yaitu dapat mengurangi resiko
biaya obat karena dapat mengontrol sudah berapa jumlah obat yang digunakan dan
jika pasien boleh pulang dapat langsung diganti dengan IP (Individual
Praescription). Sedangkan sistem distribusi obat untuk gawat darurat adalah
floor stock, dimana semua obat yang dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang
tersebut atau pada setiap pos perawatan pasien. Dikombinasi dengan UDD (Unit
Dispensing Dose) yaitu sistem pendistribusian obat untuk instalasi gawat
darurat dalam pelayanan sekali pakai.
D.
Penggunaan
Penggunaan
merupakan kegiatan mulai dari pengambilan obat, peracikan sampai penyerahan
pada pasien dengan malkukan skrining resep. Rumah sakit harus mengadakan
prosedur rinci dan terdokumentasikan dalam pemberian obat. Untuk melakukan hal
tersebut di atas perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1.
Semua obat yang harus diberikan oleh
perawat seperti memulai pemberian infus
parenteral, pemberian semua obat i.v dan penambahan obat pada cairan parenteral
yang mengalir harus didokumentasikan dan dilakukan oleh perawat yang terlatih
dan memiliki izin dari rumah sakit
sesuai dengan undang-undang, dan peraturan kebijakan rumah sakit dalam
pemberian obat tersebut.Begitupula dengan pemberian obat oleh terapis
pernapasan dan selama situasi darurat juga harus dilakukan oleh tenaga ahli dan
terdokumentasikan.
2.
Obat yang telah disiapkan untuk
pemberian, jika tidak digunakan maka harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
3.
Obat harus diberikan sesuai dengan
waktunya
4.
Penderita yang akan diberi obat
harus diidentifikasi secara pasti atau positif dengan memeriksa setiap pengenal
nama penderita atau nomor rumah sakit, atau cara lain seperti yang telah
ditetapkan oleh kebijakan rumah sakit.
5.
Obat-obat parenteral yang tidak
dicampur bersama dalam satu noodle harus disuntikkan pada tempat penyuntikan
berbeda atau secara terpisah, disuntikkan ke dalam tempat penyuntikan dari
perangkat pemberian dari suatu cairan i.v yang tersatukan.
6.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menerima salinan dari semua laporan
kesalahan obat atau kejadian lain yang berkaitan dengan obat