Pelayanan
Farmasi Satu Pintu pada Rumah Sakit
Dana
merupakan masalah strategis dalam pengembangan pelayanan farmasi bermutu. Dana
untuk pengadaan obat selalu menjadi alasan yang dikemukakan RS pemerintah untuk
membenarkan beroperasinya berbagai apotek swasta murni dan/atau apotik swasta
milik RS sendiri. Hampir semua apotek ini tidak di bawah kendali instalasi
farmasi sehingga mutu, keamanan penderita, dan harga obat di luar kendali
instalasi farmasi. Keadaan ini tidak kondusif untuk melakukan pelayanan farmasi
yang bermutu dan berspektrum luas. Oleh karena itu, pelayanan farmasi dengan
sistem satu pintu mutlak dilaksanakan.
Pelayanan
farmasi satu pintu adalah suatu sistem dimana dalam pelayanan kefarmasian itu
sendiri menggunakan satu kebijakan, satu standar operasional (SOP), satu
pengawasan operasional dan satu sistem informasi. Sistem pelayanan farmasi saatu pintu
dalam arti instalasi farmasi sebagai pengelola tunggal perbekalan farmasi RS
karena:
1. Farmasi RS bertanggung jawab atas
semua barang farmasi yang beredar di RS, baik rawat jalan maupun rawat inap.
2.
Farmasi
RS bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat siap pakai
bagi semua pihak di RS, baik petugas kesehatan maupun pasien.
3. Farmasi RS bertanggung jawab atas
semua pekerjaan pelayanan kefarmasian di RS
Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menyelenggarakan pelayanan farmasi sistem satu pintu,
antara lain:
1. Jumlah unit pelayanan yang ada di
RS. Hal ini berguna untuk merencanakan jumlah dan letak outlet apotek.
- Memperkirakan jumlah resep. Jumlah resep per hari pada
jam sibuk/jam kerja dan luar jam kerja (khusus TJGD/IRD).
- Macam item obat yang diresepkan. Untuk menentukan fast
and slows moving drug agar persediaan obat selalu ada. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan persediaan dana.
- Jumlah tenaga yang diperlukan untuk setiap outlet
apotek. Agar tercapai tepat obat dan tepat waktu. Tersedia tenaga untuk
unit dose dispensing.
- Tersedia tenaga farmasis klinik.
Dasar Hukum pelayanan Kefarmasian
satu Pintu:
1. SK Menkes Nomor 085/Menkes/Per/I/1989
tentang Penulisan Obat Generik di Instansi Pelayanan Kesehatan Milik
Pemerintah, pasal 6 ayat 1-3
2.
SK
Dirjen Pelayanan Medis Nomor 0428/ Yanmed/RSKS/SK/1989 tentang Petunjuk
Pelaksanaan SK Menkes Nomor 085/Men-kes/Per/I/1989 tentang Penulisan Obat
Generik di Instansi Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah, Pasal 8 ayat 2-C
pasal 9 ayat 1-4
- Persyaratan akreditasi pelayanan farmasi RS
- Persyaratan akreditasi pelayanan farmasi RS
Tujuan
pelayanan Kefarmasian satu pintu
1. Optimalisasi cakupan pelayanan obat
gawat darurat, resep rawat jalan umum, rawat jalan Askes, rawat inap umum/Askes,
obat operasi dan pelayanan obat masyarakat miskin.
2. Meminimalisasi pemberian obat yg tidak
tepat waktu, dan meminimalisasi medication error.
3. Pasien safety
4. Peningkatan pelayanan asuhan
kefarmasian.
5. Optimalisasi pendapatan farmasi sehingga
pendapatan RS meningkat & kesejahteraan pegawai RS bertambah.
6.
Sebagai
salah satu sarana memperbaiki citra RS.
Sistem
Pelayanan satu Pintu
1. Sistem dimana Instalasi Farmasi RS
memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan perbekalan farmasi.
2. Berkewajiban mengelola obat secara
berdaya guna dan berhasil guna.
3. IFRS diharuskan membuat prosedur
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemantauan obat yang
digunakan di rumah sakit.
4. IFRS bertanggung jawab terhadap obat
yang beredar di RS.
5. Berkewajiban melaksanakan pengendalian
pelayanan dan pemantauan penggunaan obat di rumah sakit.
6. Apabila dalam pendanaan pengadaan obat
melibatkan pihak ke tiga, maka tata kerja dan teknis layanan kefarmasian harus
di bawah koordinasi IFRS.
7. Satu kebijakan (kriteria pemilihan obat,
penerapan sistem formularium).
8. Satu sop (prosedur instruksi kerja,
pelayanan).
9.
Satu
pengawasan operasional (laporan rutin, money, koordinasi)
10. Satu sistem informasi (sim, informasi
logistik, informasi obat)
Keuntungan
pelayanan farmasi satu pintu yaitu :
1. Memudahkan monitoring obat
2. Dapat mengetahui kebutuhan obat secara
menyeluruh sehingga memudahkan perencanaan obat.
3.
Menjamin
mutu obat yang tersedia sesuai persyaratan kefarmasian.
4. Dapat dilaksanakannya pelayanan obat
dengan sistem unit dose ke semua ruang rawat.
5. Dapat dilaksanakan pelayanan informasi
obat dan konseling obat baik bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap.
6. Dapat dilaksanakan monitoring efek
samping obat oleh panitia dan terapi.
7. Dapat melakukan pengkajian penggunaan
obat di RS, baik obat generik, obat formularium, obat Askes dan lain-lain
sesuai dengan program IFRS serta PFT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar