Senin, 28 September 2015

Farmasi Rumah Sakit



PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT

Pengampu :
Zudan Ady Wijaya, S. Far., Apt
Siwi Patmasari, S. Far., Apt





Kelompok ANK 4B :
                                      Farida Agustina            (M13030010)
                                      Haiqa Secha Noor         (M13030011)
                                      Magfira Arum M          (M13030012)


PROGRAM STUDI D III FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2015


A.  Pengertian IFRS
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional. Selain itu, instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua pekerjaan kefarmasian yang ditujukan  untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.
Seperti diketahui, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu  sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Siregar.2004).
B.  Perbedaan IFRS dan Apotek
1.      Rumah sakit adalah suatu institusi dari dan untuk komunikatif is sangat dipenganihi oleh kebutuhan, pengharapan dan permintaan anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, ada kekuatan sosio mediko-ekonomik dan organisasi rumah sakit yang menekankan pada praktik farmasi di rumah sakit. Inilah salah satu alasan yang meyakinkan perbedaan praktik farmasi rumah sakit yang signifikan dari praktik farmasi komunitas (apotek).
2.      Farmasi rumah sakit harus dianggap sebagai salah satu dari banyak bagian (departemen) pada sebuah rumah sakit yang mempunyai berbagai fungsi.

C.  Visi dan Misi  
1.    IFRS Visi IFRS
Visi IFRS merupakan  suatu pernyataan tentang keadaan atau status suatu IFRS yang diinginkan oleh pimpinan IFRS pada suatu titik tertentu di masa yang akan datang. Status masa depan IFRS itu meliputi ruang lingkup dan sifat pelayanan bagi semua baik konsumen internal maupun konsumen eksternal, dan penerimaan eksistensi IFRS oleh masyarakat rumah sakit. Visi rumah sakit dan IFRS adalah dasar bagi semua aspek dari rencana strategis IFRS.
2.    Misi IFRS
Misi IFRS antara lain memperluas pelayanan kefarmasian yang difokuskan pada pencapaian hasil positif bagi semua penderita melalui terapi obat yang optimal, memberikan pelayanan yang membantu perkembangan, kemanfaatan, keamanan, mutu tertinggi, rasio efektif biaya yang paling tinggi, yang menyumbang pada program yang menitikberatkan pada kebutuhan kesehatan masyarakat serta pencegahan penyakit, dan meningkatkan kemampuan IFRS sebagai suatu komponen dan mitra penting dari tim pelayanan kesehatan.
D.  Tujuan Instalasi Farmasi Rumah sakit
IFRS sebagai salah satu unit penting dirumah sakit harus memiliki sasaran jangka panjang yang menjadi arah dari kegiatan sehari-hari dilakukan. Oleh karena itu tujuan IFRS antara lain :
1.    Memberikan manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan, dan kepada profesi farmasi yang ada di rumah sakit.
2.    Membantu dalam penyediaan perbekalan farmasi yang memadai oleh apoteker rumah sakit yang memenuhi syarat.
3.    Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.
4.    Meningkatkan penelitian dan praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu farmasetik pada umumnya.
5.    Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi antara apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis yang serumpun.
6.    Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk melakukan kegiatan
E.  Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan perbekalan kesehatan, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang digunakan di dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan yang bermutu tertinggi, paling bermanfaat dengan biaya minimal. Jadi, IFRS adalah satu-satunya unit di rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut.
IFRS bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik (Siregar, 2004).
F.   IFRS Sebagai Unit Produksi
IFRS sebagai organisasi/unit produksi, ruang lingkup pelayanan instalasi farmasi adalah menyediakan dan menjamin mutu produk yang dihasilkan untuk kepentingan penderita dan profesional kesehatan yang ada di rumah sakit. IFRS bertanggung jawab dalam proses pengadaan sediaan farmasi, baik yang berasal dari pembelian langsung maupun melalui produksi sendiri dalam skala rumah sakit. Produksi sendiri dilakukan oleh IFRS, jika produk sediaan farmasi tersebut tidak tersedia di perdagangan secara komersial. Kegiatan produksi sendiri juga dilakukan apabila secara ekonomi diperhitungkan produksi sendiri akan lebih menguntungkan bagi pihak rumah sakit khususnya IFRS. Produksi sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi obat atau sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Produksi tersebut meliputi produksi sediaan steril (infus, injeksi volume kecil, dan tetes mata) dan sediaan nonsteril (sirup, krim dan serbuk). Dalam proses produksi tersebut dilakukan berbagai tahapan yakni mencakup desain dan pengembangan produk; pengadaan, perencanaan dan pengembangan proses, produksi, pengujian akhir, pengemasan, penyimpanan sampai dengan penghantaran produk tersebut pada penderita atau profesional kesehatan lain. Oleh karena itu, IFRS perlu menetapkan standar sistem mutu ISO 9001 dan dilengkapi dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Selain kegiatan di atas, kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh IFRS adalah melaksanakan pengemasan  dan atau pengemasan kembali sediaan farmasi dan pengemasan unit tunggal/dosis obat sebagai salah satu bentuk kegiatan produksi obat. Pengemasan kembali bertujuan untuk mengemas obat dalam bentuk, kekuatan, dan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pengemasan unit tunggal/unit dosis ditujukan untuk memaksimalkan kemanfaatan  dari sistem distribusi obat unit dosis. Dalam pelaksanaannya, IFRS hendaknya menerapkan standar CPOB dan ISO 9001, untuk menjamin mutu yang konsisten dari produk pengemasan sediaan farmasi (Siregar, 2004).
G. IFRS Sebagai Unit Pelayanan
Instalasi farmasi merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan produk bersifat nyata (tangible) dan pelayanan farmasi klinik bersifat tidak nyata (intangible) bagi konsumen. Apabila dikaitkan dengan ilmu pemasaran, pada proses penghantaran pelayanan tersebut, utamanya dalam pelayanan farmasi klinik, terdapat titik temu antara produsen (dalam hal ini IFRS) dan konsumen. Farmasi klinik memiliki komponen dasar utama, yaitu komunikasi, konseling, dan konsultasi. Oleh karena itu, pelayanan farmasi klinik mensyaratkan adanya kegiatan komunikasi antara apoteker dengan penderita, perawat dan profesional kesehatan; konseling obat kepada penderita; dan konsultasi mengenai obat yang dilakukan oleh apoteker untuk profesional kesehatan lain pada titik temu tersebut. Pada titik temu tersebut terjadi komunikasi antara penderita dengan IFRS untuk mengidentifikasi kebutuhan dan mengetahui umpan balik baik pelayanan negatif atau pelayanan positif yang telah dihantarkan. Asesmen oleh IFRS dan penderita setelah pelayanan dihantarkan merupakan kegiatan yang penting untuk memperoleh kritik dan saran yang bermanfaat untuk memperbaiki pelayanan yang akan datang.
Pelayanan yang diberikan oleh instalasi farmasi selain difokuskan terhadap konsumen, juga ditujukan kepada pihak yang berkaitan, yaitu anggota masyarakat rumah sakit, pemilik rumah sakit, stakeholders. instalasi farmasi harus mempertimbangkan; mengidentifikasi kebutuhan dan harapan seluruh pihak; menerjemahkan kebutuhan dan harapan menjadi persyaratan  serta mengkomunikasikan persyaratan pelayanan kepada seluruh tingkat personal di IFRS; dan mengembangkan seluruh proses untuk menciptakan nilai bagi pihak yang berkepentingan tersebut (Siregar, 2004).
H.  Standar Minimal IFRS               
1.    Standar I: Manajerial
a.       Pimpinan IFRS
IFRS harus dipimpin oleh seorang apoteker yang secara profesional kompeten dan memenuhi persyaratan hukum.  Jabatan pimpinan IFRS harus berada pada tingkat yang sama dengan jabatan pimpinan staf medik fungsional (SMF) dalam struktur rumah sakit
b.      Personal IFRS
Pimpinan IFRS dalam melakukan tugas dan fungsi IFRS, dibantu oleh beberapa apoteker yang memenuhi syarat dan sejumlah personal pendukung yakni tenaga teknis kefarmasian, dan petugas administrasi yang memadai dan memenuhi syarat.
Personal pendukung yang harus tersedia, untuk meminimalkan beban kerja apoteker dalam menjalankan tugas yang tidak memerlukan pertimbangan profesional. Semua personal memiliki pendidikan dan pengalaman pelatihan yang diperlukan untuk mendukung tugas dan tanggung jawab. Personal  dipilih dan diangkat  berdasarkan kualifikasi yang berkaitan dengan tugas yang diemban.
Garis kewenangan dan bidang tanggung jawab dalam IFRS harus ditetapkan secara jelas. Uraian kerja, data kualifikasi, dan posisi harus terdokumentasi untuk semua kategori personal IFRS harus disediakan/direvisi jika diperlukan (Siregar, 2004).
2.    Standar II: Fasilitas
Ruangan, peralatan, dan perbekalan kesehatan harus disediakan untuk mendukung fungsi profesional dan administratif IFRS sebagaimana yang dipersyaratkan. Persyaratan lain mengenai fasilitas yang sebaiknya tersedia di IFRS antara lain;
a.       IFRS harus berada dalam lokasi yang strategis mudah dijangkau dan diketahui masyarakat rumah sakit.
b.      Ruangan dan alat kesehatan harus tersedia.
c.       Memiliki laboratorium untuk melakukan penelitian dan pengujian.Memiliki sumber pustaka tentang medis.
d.      Memiliki komputer yang cukup untuk menyimpan data.
e.       Memiliki alat komunikasi, baik telepon, email maupun fax (Siregar, 2004).
3.    Standar III: Distribusi dan Pengendalian Obat
Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan distribusi obat intra rumah sakit, harus terdokumentasi dan dikembangkan oleh pimpinan IFRS bersama-sama PFT, staf medik, perawat, dan perwakilan disiplin lain. IFRS adalah sebagai satu-satunya unit/bagian yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perbekalan kesehatan menyeluruh mulai dari perencanaan, pengadaan (pembelian, dan manufaktur), pengendalian mutu, penyimpanan, penyiapan , peracikan, pelayanan resep, distribusi sampai dengan pengendalian atas perbekalan kesehatan yang beredar, dan digunakan di rumah sakit.
Dalam pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab IFRS tersebut, apoteker hendaknya secara rutin hadir kedalam semua area perawatan penderita, mengadakan hubungan dengan personal penderita, dan berkontribusi pada prosedur medis dan perawatan yang berkaitan dengan obat.
4.    Standar IV: Informasi Obat
IFRS bertugas dan bertanggung jawab memberikan informasi yang akurat dan komprehensif bagi staf medik, profesional kesehatan lain, dan penderita terkait dengan informasi obat. IFRS sebagai sentra informasi obat mempunyai wewenang untuk melakukan serangkaian kegiatan sebagai berikut:
a.    Apoteker bertugas dan bertanggung jawab memelihara sumber informasi obat yang paling mutakhir dan menggunakan informasi tersebut secara efektif. Selain menyediakan informasi obat tertentu, apoteker wajib mengadakan evaluasi objektif terhadap pustaka obat dan memberi pendapat yang benar tentang hal-hal yang berkaitan dengan obat. Keterampilan mengevaluasi pustaka diperlukan agar apoteker dapat menyeleksi sumber pustaka yang paling bermanfaat di rumah sakit
b.    IFRS harus memiliki apoteker spesialis informasi obat yang minimal telah lulus S-2 bidang khusus farmasi rumah sakit dan telah terlatih dalam penanganan komputer, internet, evaluasi pustaka, interpretasi hasil suatu penelitian dalam majalah ilmiah, membuat informasi ringkas, padat, jelas, dan dapat dipercaya.
c.    Apoteker wajib untuk selalu memberi informasi yang cukup bagi staf tentang obat yang digunakan di rumah sakit dan berbagai bentuk sediaan dan pemasarannya
d.   Apoteker wajib membantu untuk memastikan bahwa pada semua penderita telah diberikan informasi memadai tentang obat yang mereka terima (Siregar, 2004).
5.    Standar V:  Jaminan Terapi Obat yang Rasional
              Penggunaan obat secara rasional mensyaratkan bahwa penderita menerima obat yang sesuai kebutuhan klinik, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individual sendiri, untuk periode waktu yang memadai, dan harga yang terendah bagi mereka dan komunitas mereka. Salah satu aspek penting dari pelayanan kefarmasian adalah mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini, apoteker bersama-sama dengan staf medik, wajib mengembangkan kebijakan dan prosedur terdokumentasi guna memastikan mutu dari terapi obat. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh IFRS untuk mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional antara lain:
a.    Dokter penulis resep harus mengikuti proses penulisan baku, yang dimulai dengan diagnosis untuk menetapkan masalah yang memerlukan intervensi, kemudian menetapkan sasaran terapi.
b.    Obat yang ditulis oleh dokter, diserahkan oleh apoteker IFRS dengan cara yang aman dan sehat.
c.    Informasi penderita yang cukup wajib dikumpulkan, dipelihara, dan dikaji oleh apoteker, guna memastikan partisipasi yang berarti dan berhasil dalam perawatan penderita.
d.   Semua resep dokter wajib dikaji ketepatannya oleh apoteker sebelum dilakukan penyerahan obat.
e.    Apoteker bekerja sama dengan PFT, harus mengembangkan suatu mekanisme untuk pelaporan dan pengkajian reaksi obat yang merugikan (ROM).
f.     Informasi klinis yang tepat dari penderita harus tersedia dan dapat dikaji oleh apoteker untuk digunakan dalam kegiatan praktik kefarmasian.
g.    Apoteker wajib mengkaji regimen obat setiap penderita, dan dikomunikasikan secara langsung apabila ada perubahan, kepada dokter penulis resep.
h.    Apoteker melakukan program evaluasi penggunaan obat yang formal bersama-sama staf medik, dan dipadukan dengan program evaluasi pelayanan penderita rumah sakit secara menyeluruh.
i.      Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan pemeliharaan formularium rumah sakit.
j.      Apoteker harus menjadi anggota aktif komite atau panitia di rumah sakit yang berkaitan dengan obat (Siregar, 2004).
6.    Standar VI:  Penelitian. 
Apoteker dalam suatu rumah sakit mempunyai kewajiban profesional ikut berpartisipasi secara aktif dalam meningkatkan kegiatan penelitian yang berkaitan dengan sediaan farmasi. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh apoteker berkait dengan kegiatan penelitian antara lain:
a.    Apoteker berpartisipasi dalam penelitian farmasetika dan medis yang sesuai dengan sasaran, tujuan, dan bersumber dari IFRS dan Rumah sakit.
b.    Apoteker senantiasa memelihara informasi yang memadai tentang semua studi obat, investigasi dan proyek penelitian serupa yang melibatkan obat dan penderita di rumah sakit sebagai peserta.
c.    Apoteker ikut menjadi bagian dalam dewan pengkajian obat investigasi rumah sakit.
d.   Apoteker harus memastikan bahwa setiap kebijakan dan prosedur penggunaan obat yang tepat dari obat investigasi, di tetapkan dan di patuhi.
e.    Apoteker rumah sakit harus mengerti kebutuhan dasar untuk penelitian dan memberikan penyelesaian masalah yang sistematik dalam praktik kefarmasian; pendekatan ilmiah fundamental; komponen dasar dari suatu rencana penelitian; serta bertanggung jawab proses pendokumentasian atas dan pelaporan temuan (Siregar, 2004).
7.    Standar VII: Pemberian/Konsumsi Obat dan Produk Biologik yang Aman.
Kebijakan dan prosedur terdokumentasi yang menjamin keamanan konsumsi obat dan produk biologik harus dikembangkan oleh PFT bekerja sama dengan IFRS, perawat, dan apabila perlu perwakilan dari disiplin lain. Kebijakan dan prosedur tersebut harus dikaji ulang paling sedikit setiap tahun, apabila perlu direvisi dan dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur tersebut antara lain sebagai berikut:
a.       Obat yang diberikan berdasarkan permintaan dari anggota staf medik. Permintaan obat secara lisan hanya dapat siterima oleh apoteker dan harus dibuktikan oleh praktisi yang melakukan permintaan dalam periode waktu yang ditetapkan.
b.      Semua obat bagi rawat inap harus diberikan oleh perawat yang telah diberi wewenang atau dibawah pengawasan perawat senior.
c.       Permintaan obat yang bersifat tetap dibatalkan apabila penderita menjalani proses pembedahan.
d.      Pencampuran yang aman dari produk parenteral harus dilakukan secara hati-hati. Apabila suatu obat ditambahkan pada larutan intravena, etiket khusus tambahan harus dilekatkan pada wadah. Etiket harus menunjukan nama penderita dan lokasi; nama dan jumlah obat yang ditambahkan; nama larutan parenteral dasar; tanggal dan waktu penambahan; tanggal, waktu, dan kecepatan pemberian; nama atau kode identifikasi individu yang menyiapkan campuran, instruksi tambahan, dan tanggal kadaluarsa dari larutan campuran.
e.       Penghentian permintaan obat otomatis, ditetapkan oleh PFT dan tertera dalam peraturan rumah sakit.
f.       Obat yang akan dikonsumsi harus diverifikasi oleh apoteker dengan tenaga kesehatan yang melakukan permintaan agar secara tepat dapat disiapkan untuk konsumsi selanjutnya oleh penderita. Penderita harus diidentifikasi sebelum obat dikonsumsi, dan setiap dosis obat yang dikonsumsi harus direkam secara tepat dalam rekaman medik penderita.
g.      Kesalahan obat dan reaksi obat yang merugikan (ROM) penderita harus segera dilaporkan, sesuai dengan prosedur terdokumentasi. Persyaratan ini harus mencangkup pemberitahuan kepada praktisi yang melakukan permintaan obat.
h.      Obat yang dibawa ke rumah sakit oleh penderita tidak boleh dikonsumsi, kecuali obat telah diidentifikasi dan ada permintaan tertulis kepada perawat dari praktisi yang bertanggung jawab.
i.        Konsumsi obat sendiri oleh penderita diperbolehkan berdasarkan permintaan tertulis tertentu dari dokter yang berwenang sesuai dengan kebijakan rumah sakit.
j.        Obat investigasi harus diberikan etiket yang tepat, disimpan dengan baik, harus digunakan dibawah pengawasan langsung peneliti utama. Obat investigasi diberikan sesuai dengan protokol yang telah disetujui oleh komite staf medik.
k.      Permintaan obat dan alat kesehatan yang memuat singkatan dan simbol ilmiah dapat dilakukan hanya jika singkatan itu telah tertera dalam formularium rumah sakit, yang disetujui oleh staf medik. Penggunaan singkatan tidak dianjurkan untuk meminimalka  kesalahan. Setiap praktisi yang menulis permintaan obat  harus secara jelas menyatakan waktu pemberian atau jarak waktu antar dosis.
8.    Standar VIII : Mutu dalam Pelayanan Perawatan Penderita yang Diberikan oleh IFRS.
IFRS adalah suatu organisasi pelayanan yang merupakan suatu sistem terorganisasi dari keterampilan dan fasilitas khusus. IFRS yang merupakan penyedia pelayanan, menghendaki agar pelayanan kefarmasian yang diberikan dapat memuaskan. Beberapa ketentuan tentang mutu pelayanan yang diberikan oleh IFRS, antara lain:
a.    Pelayanan kefarmasian IFRS adalah serangkaian kegiatan yang mempertemukan antara tenaga kefarmasian IFRS dengan konsumen (penderita/profesional pelayanan kesehatan) guna memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.
b.    Karakteristik mutu pelayanan IFRS adalah persyaratan dari pelayanan IFRS yang perlu ditetapkan secara jelas berkaitan dengan karakteristik yang dapat diamati dan menjadi sasaran evaluasi konsumen terhadap standar penerimaan yang telah ditetapkan.
c.    Proses yang menghantarkan pelayanan kefarmasian IFRS juga perlu ditetapkan berkaitan dengan karakteristik yang tidak selalu dapat diamati oleh konsumen, tetapi secara langsung mempengaruhi kualitas pelayanan dan untuk mengendalikan mutu pelayanan.
d.   Mutu pelayanan IFRS yang diinginkan dapat dicapai dan dipelihara dengan melakukan pengukuran dan pengendalian kualitas pelayanan secara terus menerus.
e.    Proses penghantaran pelayanan kefarmasian IFRS memainkan peranan utama dalam memberikan mutu yang diperlukan pada pelayanan.
f.     Tenaga kefarmasian IFRS harus mengadakan interaksi kepada konsumen untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian yang telah diberikan (Siregar, 2004).

I.     Struktur Organisasi IFRS
Salah satu persyaratan dalam penerapan sistem manajemen mutu menyeluruh adalah adanya organisasi yang sesuai, yang dapat mengakomodasi seluruh kegiatan pelaksanaan fungsi. IFRS juga harus memiliki suatu organisasi yang pasti dan sesuai dengan kebutuhan sekarang dan kebutuhan mengakomodasi perkembangan di masa depan, dan mengikuti visi yang telah ditetapkan pimpinan rumah sakit dan para apoteker rumah sakit. Struktur organisasi dapat dikembangkan dalam tiga tingkat, yaitu: tingkat puncak, tingkat menengah dan garis depan. Manejer tingkat puncak bertanggung jawab terhadap kegiatan perencanaan, penerapan dan pemfungsian yang efektif dari sistem mutu secara menyeluruh.
Menejer  tingkat menengah, yakni kepala bagian atau unit fungsional bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam bidang fungsional, untuk mencapai kualitas pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri atas keseluruhan pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan kualitas pelayanan. Setiap personal IFRS harus mengetahui ruang lingkup, tanggung jawab, dan kewenangan fungsi yang diberikan, dan dampak mereka pada suatu produk atau pelayanan yang diberikan. Selain itu, setiap personal dalam IFRS  harus merasa ikut bertanggung jawab untuk mencapai kualitas yang terbaik dari produk atau pelayanan (Siregar, 2004).