PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT
Pengampu :
Zudan Ady Wijaya, S. Far., Apt
Siwi Patmasari, S. Far., Apt
Kelompok ANK 4B :
Farida Agustina (M13030010)
Haiqa Secha Noor (M13030011)
Magfira Arum M (M13030012)
PROGRAM STUDI D III FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2015
A. Pengertian
IFRS
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit
atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional. Selain itu,
instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu
bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua
pekerjaan kefarmasian yang ditujukan
untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.
Seperti diketahui, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional (Siregar.2004).
B. Perbedaan IFRS dan Apotek
1.
Rumah
sakit adalah suatu institusi dari dan untuk komunikatif is sangat dipenganihi oleh kebutuhan,
pengharapan dan permintaan anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, ada kekuatan
sosio mediko-ekonomik dan organisasi rumah sakit yang menekankan pada praktik
farmasi di rumah sakit. Inilah
salah satu alasan yang meyakinkan perbedaan praktik farmasi rumah sakit yang
signifikan dari praktik farmasi komunitas (apotek).
2.
Farmasi
rumah sakit harus dianggap sebagai salah satu dari banyak bagian (departemen)
pada sebuah rumah sakit yang mempunyai berbagai fungsi.
C. Visi
dan Misi
1.
IFRS Visi IFRS
Visi IFRS merupakan suatu
pernyataan tentang keadaan atau status suatu IFRS yang diinginkan oleh pimpinan
IFRS pada suatu titik tertentu di masa yang akan datang. Status masa depan IFRS
itu meliputi ruang lingkup dan sifat pelayanan bagi semua baik konsumen
internal maupun konsumen eksternal, dan penerimaan eksistensi IFRS oleh
masyarakat rumah sakit. Visi rumah sakit dan IFRS adalah dasar bagi semua aspek
dari rencana strategis IFRS.
2.
Misi IFRS
Misi IFRS antara lain memperluas pelayanan kefarmasian yang difokuskan
pada pencapaian hasil positif bagi semua penderita melalui terapi obat yang
optimal, memberikan pelayanan yang membantu perkembangan, kemanfaatan,
keamanan, mutu tertinggi, rasio efektif biaya yang paling tinggi, yang
menyumbang pada program yang menitikberatkan pada kebutuhan kesehatan
masyarakat serta pencegahan penyakit, dan meningkatkan kemampuan IFRS sebagai
suatu komponen dan mitra penting dari tim pelayanan kesehatan.
D. Tujuan
Instalasi Farmasi Rumah sakit
IFRS sebagai salah satu unit
penting dirumah sakit harus memiliki sasaran jangka panjang yang menjadi arah dari kegiatan
sehari-hari dilakukan. Oleh karena itu tujuan IFRS antara lain :
1.
Memberikan manfaat kepada penderita, rumah sakit,
sejawat profesi kesehatan, dan kepada profesi farmasi yang ada di rumah sakit.
2.
Membantu dalam penyediaan perbekalan farmasi yang
memadai oleh apoteker rumah sakit yang memenuhi syarat.
3.
Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi
melalui penetapan dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan
pencapaian, dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.
4.
Meningkatkan penelitian dan praktik farmasi rumah
sakit dan dalam ilmu farmasetik pada umumnya.
5.
Menyebarkan pengetahuan farmasi
dengan mengadakan pertukaran informasi antara apoteker rumah sakit, anggota
profesi, dan spesialis yang serumpun.
6.
Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah
sakit untuk melakukan kegiatan
E. Tanggung
Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan perbekalan kesehatan, mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang
digunakan di dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan
maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan
pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi
semua penderita dan menjamin pelayanan yang bermutu tertinggi, paling
bermanfaat dengan biaya minimal. Jadi, IFRS adalah satu-satunya unit di rumah
sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua
aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan di rumah sakit tersebut.
IFRS bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas
dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai
bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan
rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik
(Siregar, 2004).
F. IFRS
Sebagai Unit Produksi
IFRS sebagai organisasi/unit produksi, ruang lingkup pelayanan instalasi
farmasi adalah menyediakan dan menjamin mutu produk yang dihasilkan untuk
kepentingan penderita dan profesional kesehatan yang ada di rumah sakit. IFRS
bertanggung jawab dalam proses pengadaan sediaan farmasi, baik yang berasal
dari pembelian langsung maupun melalui produksi sendiri dalam skala rumah
sakit. Produksi sendiri dilakukan oleh IFRS, jika produk sediaan farmasi
tersebut tidak tersedia di perdagangan secara komersial. Kegiatan produksi
sendiri juga dilakukan apabila secara ekonomi diperhitungkan produksi sendiri
akan lebih menguntungkan bagi pihak rumah sakit khususnya IFRS. Produksi
sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi obat atau sediaan farmasi yang
dilakukan merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.
Produksi tersebut meliputi produksi sediaan steril (infus, injeksi volume
kecil, dan tetes mata) dan sediaan nonsteril (sirup, krim dan serbuk). Dalam
proses produksi tersebut dilakukan berbagai tahapan yakni mencakup desain dan
pengembangan produk; pengadaan, perencanaan dan pengembangan proses, produksi,
pengujian akhir, pengemasan, penyimpanan sampai dengan penghantaran produk
tersebut pada penderita atau profesional kesehatan lain. Oleh karena itu, IFRS
perlu menetapkan standar sistem mutu ISO 9001 dan dilengkapi dengan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Selain kegiatan di atas, kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh IFRS
adalah melaksanakan pengemasan dan atau
pengemasan kembali sediaan farmasi dan pengemasan unit tunggal/dosis obat
sebagai salah satu bentuk kegiatan produksi obat. Pengemasan kembali bertujuan
untuk mengemas obat dalam bentuk, kekuatan, dan jumlah yang disesuaikan dengan
kebutuhan. Pengemasan unit tunggal/unit dosis ditujukan untuk memaksimalkan
kemanfaatan dari sistem distribusi obat
unit dosis. Dalam pelaksanaannya, IFRS hendaknya menerapkan standar CPOB dan
ISO 9001, untuk menjamin mutu yang konsisten dari produk pengemasan sediaan
farmasi (Siregar, 2004).
G. IFRS
Sebagai Unit Pelayanan
Instalasi farmasi merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit
yang memberikan pelayanan produk bersifat nyata (tangible) dan pelayanan
farmasi klinik bersifat tidak nyata (intangible) bagi konsumen. Apabila
dikaitkan dengan ilmu pemasaran, pada proses penghantaran pelayanan tersebut,
utamanya dalam pelayanan farmasi klinik, terdapat titik temu antara produsen
(dalam hal ini IFRS) dan konsumen. Farmasi klinik memiliki komponen dasar
utama, yaitu komunikasi, konseling, dan konsultasi. Oleh karena itu, pelayanan
farmasi klinik mensyaratkan adanya kegiatan komunikasi antara apoteker dengan
penderita, perawat dan profesional kesehatan; konseling obat kepada penderita;
dan konsultasi mengenai obat yang dilakukan oleh apoteker untuk profesional
kesehatan lain pada titik temu tersebut. Pada titik temu tersebut terjadi komunikasi antara penderita dengan IFRS
untuk mengidentifikasi kebutuhan dan mengetahui umpan balik baik pelayanan
negatif atau pelayanan positif yang telah dihantarkan. Asesmen oleh IFRS dan
penderita setelah pelayanan dihantarkan merupakan kegiatan yang penting untuk memperoleh kritik dan
saran yang bermanfaat untuk memperbaiki pelayanan yang akan datang.
Pelayanan yang diberikan oleh instalasi farmasi selain difokuskan
terhadap konsumen, juga ditujukan kepada pihak yang berkaitan, yaitu anggota
masyarakat rumah sakit, pemilik rumah sakit, stakeholders. instalasi
farmasi harus mempertimbangkan; mengidentifikasi kebutuhan dan harapan seluruh
pihak; menerjemahkan kebutuhan dan harapan menjadi persyaratan serta mengkomunikasikan persyaratan pelayanan
kepada seluruh tingkat personal di IFRS; dan mengembangkan seluruh proses untuk
menciptakan nilai bagi pihak yang berkepentingan tersebut (Siregar, 2004).
H. Standar
Minimal IFRS
1.
Standar
I: Manajerial
a.
Pimpinan IFRS
IFRS harus dipimpin oleh
seorang apoteker yang secara profesional kompeten dan memenuhi persyaratan
hukum. Jabatan pimpinan IFRS harus
berada pada tingkat yang sama dengan jabatan pimpinan staf medik fungsional
(SMF) dalam struktur rumah sakit
b.
Personal IFRS
Pimpinan IFRS dalam melakukan tugas dan fungsi IFRS, dibantu oleh
beberapa apoteker yang memenuhi syarat dan sejumlah personal pendukung yakni
tenaga teknis kefarmasian, dan petugas administrasi yang memadai dan memenuhi
syarat.
Personal pendukung yang harus tersedia, untuk meminimalkan beban kerja
apoteker dalam menjalankan tugas yang tidak memerlukan pertimbangan profesional. Semua personal memiliki
pendidikan dan pengalaman pelatihan yang diperlukan untuk mendukung tugas dan
tanggung jawab. Personal dipilih dan
diangkat berdasarkan kualifikasi yang
berkaitan dengan tugas yang diemban.
Garis kewenangan dan bidang tanggung jawab dalam IFRS harus ditetapkan
secara jelas. Uraian kerja, data kualifikasi, dan posisi harus terdokumentasi
untuk semua kategori personal IFRS harus disediakan/direvisi jika diperlukan
(Siregar, 2004).
2.
Standar
II: Fasilitas
Ruangan, peralatan, dan perbekalan kesehatan harus
disediakan untuk mendukung fungsi profesional dan administratif IFRS sebagaimana yang
dipersyaratkan. Persyaratan lain mengenai
fasilitas yang sebaiknya tersedia di IFRS antara lain;
a.
IFRS harus berada dalam lokasi yang strategis mudah
dijangkau dan diketahui masyarakat rumah sakit.
b.
Ruangan dan alat kesehatan harus tersedia.
c.
Memiliki laboratorium untuk melakukan penelitian dan
pengujian.Memiliki sumber pustaka tentang medis.
d.
Memiliki komputer yang cukup untuk menyimpan data.
e.
Memiliki alat komunikasi, baik telepon, email maupun
fax (Siregar, 2004).
3.
Standar
III: Distribusi dan Pengendalian Obat
Kebijakan dan prosedur yang
berkaitan dengan distribusi obat intra rumah sakit, harus terdokumentasi dan
dikembangkan oleh pimpinan IFRS bersama-sama PFT, staf medik, perawat, dan
perwakilan disiplin lain. IFRS adalah sebagai satu-satunya unit/bagian yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan perbekalan kesehatan menyeluruh mulai dari
perencanaan, pengadaan (pembelian, dan manufaktur), pengendalian mutu,
penyimpanan, penyiapan , peracikan, pelayanan resep, distribusi sampai dengan
pengendalian atas perbekalan kesehatan yang beredar, dan digunakan di rumah
sakit.
Dalam pelaksanaan fungsi dan
tanggung jawab IFRS tersebut, apoteker hendaknya secara rutin hadir kedalam
semua area perawatan penderita, mengadakan hubungan dengan personal penderita,
dan berkontribusi pada prosedur medis dan perawatan yang berkaitan dengan obat.
4.
Standar
IV: Informasi Obat
IFRS bertugas dan bertanggung jawab memberikan
informasi yang akurat dan komprehensif bagi staf medik, profesional kesehatan
lain, dan penderita terkait dengan informasi obat. IFRS sebagai sentra
informasi obat mempunyai wewenang untuk melakukan serangkaian kegiatan sebagai
berikut:
a.
Apoteker bertugas dan bertanggung jawab memelihara
sumber informasi obat yang paling mutakhir dan menggunakan informasi tersebut
secara efektif. Selain menyediakan informasi obat tertentu, apoteker wajib
mengadakan evaluasi objektif terhadap pustaka obat dan memberi pendapat yang
benar tentang hal-hal yang berkaitan dengan obat. Keterampilan mengevaluasi
pustaka diperlukan agar apoteker dapat menyeleksi sumber pustaka yang paling
bermanfaat di rumah sakit
b.
IFRS harus memiliki apoteker spesialis informasi
obat yang minimal telah lulus S-2 bidang khusus farmasi rumah sakit dan telah
terlatih dalam penanganan komputer, internet, evaluasi pustaka, interpretasi
hasil suatu penelitian dalam majalah ilmiah, membuat informasi ringkas, padat,
jelas, dan dapat dipercaya.
c.
Apoteker wajib untuk selalu memberi informasi yang
cukup bagi staf tentang obat yang digunakan di rumah sakit dan berbagai bentuk
sediaan dan pemasarannya
d.
Apoteker wajib membantu untuk memastikan bahwa pada
semua penderita telah diberikan informasi memadai tentang obat yang mereka
terima (Siregar, 2004).
5.
Standar
V: Jaminan Terapi Obat yang Rasional
Penggunaan obat secara rasional
mensyaratkan bahwa penderita menerima obat yang sesuai kebutuhan klinik, dalam
dosis yang memenuhi kebutuhan individual sendiri, untuk periode waktu yang
memadai, dan harga yang terendah bagi mereka dan komunitas mereka. Salah satu aspek penting dari
pelayanan kefarmasian adalah mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional.
Dalam hal ini, apoteker bersama-sama dengan staf medik, wajib mengembangkan
kebijakan dan prosedur terdokumentasi guna memastikan mutu dari terapi obat. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh IFRS untuk
mengoptimalkan penggunaan obat yang rasional antara lain:
a.
Dokter penulis resep harus mengikuti proses
penulisan baku, yang dimulai dengan diagnosis untuk menetapkan masalah yang
memerlukan intervensi, kemudian menetapkan sasaran terapi.
b.
Obat yang ditulis oleh dokter, diserahkan oleh
apoteker IFRS dengan cara yang aman dan sehat.
c.
Informasi penderita yang cukup wajib dikumpulkan,
dipelihara, dan dikaji oleh apoteker, guna memastikan partisipasi yang berarti
dan berhasil dalam perawatan penderita.
d.
Semua resep dokter wajib dikaji ketepatannya oleh
apoteker sebelum dilakukan penyerahan obat.
e.
Apoteker bekerja sama dengan PFT, harus
mengembangkan suatu mekanisme untuk pelaporan dan pengkajian reaksi obat yang
merugikan (ROM).
f.
Informasi klinis yang tepat dari penderita harus
tersedia dan dapat dikaji oleh apoteker untuk digunakan dalam kegiatan praktik
kefarmasian.
g.
Apoteker wajib mengkaji regimen obat setiap
penderita, dan dikomunikasikan secara langsung apabila ada perubahan, kepada
dokter penulis resep.
h.
Apoteker melakukan program evaluasi penggunaan obat
yang formal bersama-sama staf medik, dan dipadukan dengan program evaluasi
pelayanan penderita rumah sakit secara menyeluruh.
i.
Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam
pengembangan dan pemeliharaan formularium rumah sakit.
j.
Apoteker harus menjadi anggota aktif komite atau
panitia di rumah sakit yang berkaitan dengan obat (Siregar, 2004).
6.
Standar
VI: Penelitian.
Apoteker dalam suatu rumah sakit mempunyai
kewajiban profesional ikut berpartisipasi secara aktif dalam meningkatkan
kegiatan penelitian yang berkaitan dengan sediaan farmasi. Beberapa hal yang
dapat dilakukan oleh apoteker berkait dengan kegiatan penelitian antara lain:
a.
Apoteker berpartisipasi dalam penelitian farmasetika
dan medis yang sesuai dengan sasaran, tujuan, dan bersumber dari IFRS dan Rumah
sakit.
b.
Apoteker senantiasa memelihara informasi yang
memadai tentang semua studi obat, investigasi dan proyek penelitian serupa yang
melibatkan obat dan penderita di rumah sakit sebagai peserta.
c.
Apoteker ikut menjadi bagian dalam dewan pengkajian
obat investigasi rumah sakit.
d.
Apoteker harus memastikan bahwa setiap kebijakan dan
prosedur penggunaan obat yang tepat dari obat investigasi, di tetapkan dan di
patuhi.
e.
Apoteker rumah sakit harus mengerti kebutuhan dasar
untuk penelitian dan memberikan penyelesaian masalah yang sistematik dalam
praktik kefarmasian; pendekatan ilmiah fundamental; komponen dasar dari suatu
rencana penelitian; serta bertanggung jawab proses pendokumentasian atas dan
pelaporan temuan (Siregar, 2004).
7.
Standar
VII: Pemberian/Konsumsi Obat dan Produk Biologik yang Aman.
Kebijakan dan prosedur terdokumentasi yang
menjamin keamanan konsumsi obat dan produk biologik harus dikembangkan oleh PFT
bekerja sama dengan IFRS, perawat, dan apabila perlu perwakilan dari disiplin
lain. Kebijakan dan prosedur tersebut harus dikaji ulang paling sedikit setiap
tahun, apabila perlu direvisi dan dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur tersebut
antara lain sebagai berikut:
a.
Obat yang diberikan berdasarkan permintaan dari
anggota staf medik. Permintaan obat secara lisan hanya dapat siterima oleh
apoteker dan harus dibuktikan oleh praktisi yang melakukan permintaan dalam
periode waktu yang ditetapkan.
b.
Semua obat bagi rawat inap harus diberikan oleh
perawat yang telah diberi wewenang atau dibawah pengawasan perawat senior.
c.
Permintaan obat yang bersifat tetap dibatalkan
apabila penderita menjalani proses pembedahan.
d.
Pencampuran yang aman dari produk parenteral harus
dilakukan secara hati-hati. Apabila suatu obat ditambahkan pada larutan
intravena, etiket khusus tambahan harus dilekatkan pada wadah. Etiket harus
menunjukan nama penderita dan lokasi; nama dan jumlah obat yang ditambahkan;
nama larutan parenteral dasar; tanggal dan waktu penambahan; tanggal, waktu,
dan kecepatan pemberian; nama atau kode identifikasi individu yang menyiapkan
campuran, instruksi tambahan, dan tanggal kadaluarsa dari larutan campuran.
e.
Penghentian permintaan obat otomatis, ditetapkan
oleh PFT dan tertera dalam peraturan rumah sakit.
f.
Obat yang akan dikonsumsi harus diverifikasi oleh
apoteker dengan tenaga kesehatan yang melakukan permintaan agar secara tepat
dapat disiapkan untuk konsumsi selanjutnya oleh penderita. Penderita harus
diidentifikasi sebelum obat dikonsumsi, dan setiap dosis obat yang dikonsumsi
harus direkam secara tepat dalam rekaman medik penderita.
g.
Kesalahan obat dan reaksi obat yang merugikan (ROM)
penderita harus segera dilaporkan, sesuai dengan prosedur terdokumentasi.
Persyaratan ini harus mencangkup pemberitahuan kepada praktisi yang melakukan
permintaan obat.
h.
Obat yang dibawa ke rumah sakit oleh penderita tidak
boleh dikonsumsi, kecuali obat telah diidentifikasi dan ada permintaan tertulis
kepada perawat dari praktisi yang bertanggung jawab.
i.
Konsumsi obat sendiri oleh penderita diperbolehkan
berdasarkan permintaan tertulis tertentu dari dokter yang berwenang sesuai
dengan kebijakan rumah sakit.
j.
Obat investigasi harus diberikan etiket yang tepat,
disimpan dengan baik, harus digunakan dibawah pengawasan langsung peneliti
utama. Obat investigasi diberikan sesuai dengan protokol yang telah disetujui
oleh komite staf medik.
k.
Permintaan obat dan alat kesehatan yang memuat
singkatan dan simbol ilmiah dapat dilakukan hanya jika singkatan itu telah
tertera dalam formularium rumah sakit, yang disetujui oleh staf medik.
Penggunaan singkatan tidak dianjurkan untuk meminimalka kesalahan. Setiap praktisi yang menulis
permintaan obat harus secara jelas
menyatakan waktu pemberian atau jarak waktu antar dosis.
8.
Standar
VIII : Mutu dalam Pelayanan Perawatan Penderita yang Diberikan oleh IFRS.
IFRS adalah suatu organisasi pelayanan yang merupakan suatu sistem
terorganisasi dari keterampilan dan fasilitas khusus. IFRS yang merupakan
penyedia pelayanan, menghendaki agar pelayanan kefarmasian yang diberikan dapat
memuaskan. Beberapa ketentuan tentang mutu
pelayanan yang diberikan oleh IFRS, antara lain:
a.
Pelayanan kefarmasian IFRS adalah serangkaian kegiatan yang mempertemukan antara tenaga
kefarmasian IFRS dengan konsumen (penderita/profesional pelayanan kesehatan)
guna memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.
b.
Karakteristik mutu pelayanan IFRS adalah persyaratan
dari pelayanan IFRS yang perlu ditetapkan secara jelas berkaitan dengan
karakteristik yang dapat diamati dan menjadi sasaran evaluasi konsumen terhadap
standar penerimaan yang telah ditetapkan.
c.
Proses yang menghantarkan pelayanan kefarmasian IFRS
juga perlu ditetapkan berkaitan dengan karakteristik yang tidak selalu dapat
diamati oleh konsumen, tetapi secara langsung mempengaruhi kualitas pelayanan
dan untuk mengendalikan mutu pelayanan.
d.
Mutu pelayanan IFRS yang diinginkan dapat dicapai
dan dipelihara dengan melakukan pengukuran dan pengendalian kualitas pelayanan
secara terus menerus.
e.
Proses penghantaran pelayanan kefarmasian IFRS
memainkan peranan utama dalam memberikan mutu yang diperlukan pada pelayanan.
f.
Tenaga kefarmasian IFRS harus mengadakan interaksi
kepada konsumen untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian yang telah
diberikan (Siregar, 2004).
I. Struktur
Organisasi IFRS
Salah satu persyaratan dalam penerapan sistem manajemen mutu menyeluruh
adalah adanya organisasi yang sesuai, yang dapat mengakomodasi seluruh kegiatan
pelaksanaan fungsi. IFRS juga harus memiliki suatu organisasi yang pasti dan
sesuai dengan kebutuhan sekarang dan kebutuhan mengakomodasi perkembangan di
masa depan, dan mengikuti visi yang telah ditetapkan pimpinan rumah sakit dan
para apoteker rumah sakit. Struktur organisasi dapat dikembangkan dalam tiga
tingkat, yaitu: tingkat puncak, tingkat menengah dan garis depan. Manejer tingkat puncak bertanggung jawab terhadap kegiatan
perencanaan, penerapan dan pemfungsian yang efektif dari sistem mutu secara
menyeluruh.
Menejer tingkat menengah, yakni
kepala bagian atau unit fungsional bertanggung jawab untuk mendesain dan
menerapkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam bidang
fungsional, untuk mencapai kualitas pelayanan yang diinginkan. Manajer garis
depan terdiri atas keseluruhan pengawas yang secara langsung memantau dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan kualitas pelayanan. Setiap
personal IFRS harus mengetahui ruang lingkup, tanggung jawab, dan kewenangan
fungsi yang diberikan, dan dampak mereka pada suatu produk atau pelayanan yang
diberikan. Selain itu, setiap personal dalam IFRS harus merasa ikut bertanggung jawab untuk
mencapai kualitas yang terbaik dari produk atau pelayanan (Siregar, 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar